Sejarah "Masjid Tanpa Mimbar" di Kotaraja Lombok Timur

Masjid merupakan rumah ibadah bagi kaum muslim, disana mereka bisa sholat berjamaah lima waktu, ta'lim, berdiskusi masalah keumatan termasuk sholat jum'at yang diselenggarakan seminggu sekali. Pada umumnya selain tempat para jamaah masjid dilengkapi dengan ruang mihrab sebagai tempat imam dan mimbar yang terbuat dari kayu ataupun dari stainless dimana khatib berdiri dan menyampaikan khutbah. Sebagaimana dikisahkan didalam hadits bahwa Rasulullah dulu memiliki mimbar yang terbuat dari kayu pohon tamaris ghabah. Memiliki tiga undakan dan Rasulullah duduk di undakan yang paling atas.

Masjid Jami' Raudhatul Muttaqin (sumber: Alifdotid)

Ada yang menarik dari masjid yang ada di Lombok Timur, Desa Kotaraja. Masjid ini "tidak memiliki mimbar", memiliki desain yang unik dan menjadi salah satu cagar budaya yang ditetapkan dengan SK Menteri No PM.19/PW.007/MKP/2007. Jadi sejak 2007 resmi menjadi cagar budaya sekaligus sebagai tempat wisata religi.

Sejarah Berdirinya Masjid Kotaraja

Dalam catatan  pengurus masjid, tahun berdirinya Masjid Jami' Raudhatul Muttaqin adalah pada tahun 1111 Hijriyah atau 1699 M.  Tidak lama berdiri, masjid di desa Loyok tersebut dipindahkan ke Kutaraja, lima kilometer ke arah Barat. Atapnya tetap dari ilalang, tapi temboknya memakai bata berukuran 15×15 meter. Pemindahan masjid juga disertai perpindahan jamaah masjidnya. Jadi selain bangunan masjidnya, masyarakat desa loyok juga ikut pindah, dan membangun desa di Kotaraja.

Raden Sute Negare, Raden Lung Negare dan raden Mas Oda’ merupakan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pemindahan dan pembangunan masjid di Kotaraja. Selanjutnya, Raden Mas Oda’ dipercaya sebagai imam masjid, dan sebagai tokoh yang mengurus masalah keagamaan dimasyarakat Kotaraja pada waktu itu. 

Tembok masjid pada waktu itu dibuat dari bata mentah (Cetakan Bata dari tanah liat yang belum dibakar), dan menggunakan atap ilalang. Sekitar tahun 1700-an Masehi, atap dari alang-alang tersebut diganti menggunakan sirep bambu. 

Pada tahun 1890, Atap masjid kembali diganti dengan genteng yang didatangkan dari Pulembang (Sebutan orang lombok jaman dulu untuk Palembang Sumatera selatan). Jadi genteng ini diangkut secara gotong royong dari Labuhan haji (Pelabuhan laut di Lombok timur waktu dulu) yang berjarak sekitar 24 Km dari Kotaraja menggunakan “dokar” (gerobak yang ditarik kuda) dan dengan cara “belembah”. Genteng dari Palembang ini masih digunakan sampai sekarang. Cerita masyarakat sekitar, walaupun genteng diinjak ketika menaiki atap masjid, dan dijatuhkan, tapi genteng Palembang ini tidak pecah dan tetap kuat.

Keunikan Masjid Kotaraja

Masjid Tanpa Mimbar

Pada umumnya di masjid kita dapati mimbar yang terbuat dari ukiran kayu atau dari bahan lainnya seperti stainless steel. Namun di masjid ini kita tidak akan dapati mimbar bahkan yang berbentuk podium minimalis, kita malah akan hanya dapati dua buah ruangan layaknya mihrab. Ruangan sebelah kiri digunakan sebagai tempat imam sholat, sedangkan yang sebelah kanan digunakan oleh khatib sebagai mimbar. Di ruangan sebelah kanan ini terdapat batu marmer yang digunakan sebagai tempat duduk bagi khotib.

Ukiran kaligrafi dibagian dinding luar mihrab (sumber: facebook Lalu Saiful Yusri)

Kaligrafi Indah

Pada bagian luar dari ruangan yang dijelaskan sebelumnya terdapat ukiran kayu dengan lafadz kaligrafi Allah pada sebelah kanan dan Muhammad pada sebelah kiri, serta ukiran penggalan ayat dalam Al-Qur'an. Bagian dalam masjid yang terdiri dari empat tiang penyanggah dari kayu nangka dengan ukiran kaligrafi arab yang menghiasi berdiri tegak hingga sekarang. Kaligrafi juga terdapat di atas daun pintu dan jendela masjid. "Kaligrafi ini dibuat buyut saya syaikh Abdurrahman" ujar HM Irfan, cucu Syaikh Abdurrahman yang sekaligus imam masjid yang sekarang.

Ukiran kaligrafi diatas daun pintu dan jendela masjid (sumber: sasambotourdotcom)

Masjid di dalam masjid

Jika dilihat seklias dari luar, tidak ada kesan Kuno dari masjid Raudlatul Muttaqin di Desa Kotaraja ini. Anda juga tidak akan menemukan kesan kuno tersebut saat memasuki area masjid. Masjid dengan lantai keramik, Menara, dan bentuk bangunan, seperti kebanyakan masjid pada umumnya. Tapi, jika anda perhatikan lebih detail lagi, Anda akan melihat sesuatu yang ganjil dari bentuk ruangan masjid Raudhatul muttaqin ini. “Tidak ada mimbar” tempat imam dan khatib.

Tampak teras luar masjid (sumber: sasambotourdotcom)

Terdapat sebuah ruangan lain didalam masjid yang besarnya sekitar 1/3 dari luas ruangan. Ruangan yang dibatasi tembok dengan Pintu dan Jendela yang terbuat dari kayu. Ternyata, diruangan inilah tempat masjid kuno kotaraja yang sebenarnya. “Masjid di dalam masjid” begitu kesan yang saya dapatkan. Masjid modern yang ada diluar, seperti membungkus masjid kuno yang ada di dalam.

Setelah selesai berkunjung dan sholat sunnah dimasjid bersejarah ini ada baiknya sobat mengeksplorasi wisata terdekat yakni kampung wisata Tete Batu yang tentunya rekomended sebagai sarana liburan bagi keluarga. Selain itu juga menikmati air terjun Jeruk Manis yang berjarak tidak jauh dari kampung wisata Tete Batu menuju taman nasional gunung Rinjani.

Sampai ketemu lagi di artikel menarik lainnya. Coba juga cek artikel kami lainnya yang mengulik berbagai macam hal tentang Pulau Lombok. Mulai dari wisata, budaya, hingga kuliner yang harus sobat semua coba. Semoga artikel ini bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Sejarah "Masjid Tanpa Mimbar" di Kotaraja Lombok Timur"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel